Monday, June 6, 2016

MINGGU PERTAMA

Inilah hari ketika kebahagian itu menjadi kenyataan. Ketika semua orang mulai mencari sekolah untuk melanjutkan ilmu yang telah mereka dapatkan di bangku sekolah dasar. Namun aku telah mendapatkannya di bangku pesantren. Pesan yang dulu nenek sampaikan telah menjadi kenyataan. Yang menjadi dasar ketika kedua orang tuaku akan merelakanku untuk menlangkah sendiri di pesantren

Minggu demi minggu aku jalani. Bahkan aku meringkasnya dalam diariku.
Hari  ke 1
            “rahmat selamat kamu lulus di pesantren. Ayo salam dulu sama mama, sama pakwo jangan lupa ya. nanti mama pesankan kamu sama ibu bahwa kamu lulus pesantren” begitu kata mama ketika menerima kabar kelulusanku dari pondok pesantren.
            Aku menyambutnya dengan rasa bahagia. Tak pernah terpikirkan olehku bagaimana kehidupanku nanti di pesantren tersebut. Yang penting aku hanya bisa bersukur di tempatkan di sekolah yang luar biasa ini.
 Hari ke 2
            Hari ini adalah hari pendaftaran ulang. Banyak sekali teman-temanku yang telah lulus dengan wajah berseri-seri menjalani akan kelulusannya memasuki pesantren. Namaku sudah tercantum tepat di papan pengumuman. Besok adalah hari ketika ibu aku akan menghantarkanku ke pondok pesantren. Bahagia akan bertambah ketika kerinduan yang terpendam akan terlepaskan esok harinnya.
            Oh ya sebelumnya masuk kehari berikutnya akau akan menceritakan siapa mamaku, ibuku. Mamaku dan ibuku adalah dua orang yang berkakak adik, mamaku adalah yang paling tua dan aku tinggal dengan mamaku selama di sekolah dasar. Sedangkan ibuku adalah orang tua kandungku.
Hari ke 3
            Hari ketika ibuku akan menghantarkan ke pondok pesantren. Aku baru sadar bahwa biaya semuanya adalah 3jt. Uang yang lumayan untuk dikeluarkan. tapi ada ang berbeda ketika uang itu diberikan. Aku melihat wajah ibu yang menangis. Aku tak tau sedih apa itu namanya tapi aku baru sadar bahwa sedih itu adalah sebuah kesedihan rindu ketika ingin melepaskanku. Kesedihan itu berlalu begitu saja di benakku. Karna ibu menyimpan kesedihan itu di depanku.
Hari ke 4
            Ketika kami semua santri baru akan memasuki asrama yang baru. Semua santri mulai dari yang alim sampai yang preman terlihat satu persatu-satu. Tapi kebanyakan dari mereka telah sibuk untuk merapikan segala kebutuhan yang akan digunakan di asrama tempat tinggal mereka. Hari ini aku bertemu lagi dengan teman pertama ku. Tapi aku lupa dengan nama pendeknya, sehingga aku mencoba kembali menanyakan namanya.
            Asrama kami penuh dengan segala yang baru. Mulai dari kasur, bed cover, lemari, tas, buku dan segalanya serba baru. Termasuk barang-barangku dan teman-temanku semuanya serba baru. Hingga hari terus berganti menjadi sore. Hanya aku saja yang tinggal sendiri di asrama ini dengan teman yang tidak aku ketahui namanya satu persatu.
Hari ke 5
            Hari ini aku mulai meresakan betapa sedihnya hidup sendiri. Banyak dari teman-temanku yang mulai menangis satu persatu ditinggalkan oleh orangtuan mereka yang sibuk ditempat mereka. aku melihat temanku yang menangis dengan rasa penyesalan yang telah ditinggalkan oleh orangtua mereka.
            Hari ini adalh hari terakhir detemani oelh ibu dipesatren. Apakah aku akan menangis untuk hari berikutnya aku tak tau. Yang hanya kau ketahui bahwa aku adalah seorang santri baru.
Hari ke 6
            Anak kurus itu belum berhenti menangis, aku sudah dua hari ini menangis dan ditemani oleh orangtuanya. Silih berganti kedua orangtuanya menemaninya di pondok pesantren. Aku hanya bisa bergabung dengan teman yang menangis tanpa suara meratapi hari yang akan kami jalani. Walaupun dalam kesedihanku ada kebahagian yang ku dapatkan, yaitu mendapatkan teman baru yang sama-sama cengeng.
Hari ke 7
            Hari ini ibuku akan pergi ke bengkulu, sedangkan aku akan ditinggalkan di pondik pesantren dengan berjuta cerita yang akan terlukis dalam pekiranku. Aku hanya bisa menyadari bahwa kehidupanku akan kujalani sendiri tanpa ada yang menyayangi dengan sepebuh hati.

            Itulah cerita minggu pertama yang aku jalani di pesantren. Kesedihan terus berlanjut. Hingga pada suatu hari aku mengerti mengapa laki-laki itu tidak boleh menangis.     

0 comments:

Post a Comment