Monday, June 6, 2016

BANGUNAN KUNO


“ Assalamualikum Warahmatullahi Wabarakatuh.Diberitahukan kepada seluruh santri baru pondok pesantren agar dapat berkumpul di depa kantor pengasuhan diulangi seklai lagi......... diberitahukan kepada seluruh santri baru agar dapat berkumpul di depan kantor pengasuhan sekarang......... assalamualaikum ” begitulah suara yang keluar dari sumber suara kantor pengasuhan putra.
            Ini adalah pelajaran terakhir pekan perkenalan di pondok pesatren untuk para santri baru. Setelah berkali-kali mengesuaikan diri di lingkungan yang baru barulah aku mendapatkan teman yang baru. Teman dari berbagai daerah baik di dalam provinsi maupun diluar provinsi. Semua perbedaan tidak ada pembetas setelah kami resmi menyandang sebagai santri baru.
            “baiklah para santri baru sekalian. Sore ini kita kan berjalan-jalan mengelilingi kampus 1, sekarang kita berada di kampus tiga tepat di asrama untuk santri putra. Sedangkan di depan kita adalah kampus 2 untuk para santriwati putri. Oleh karena itu kita akan berjalan dan menjelajahi kampus 1 tepat belajar untuk santri putra” begitulah arahan yang ustad pembimbing berikan.
            “memang ini tempat kuliahan, pakai kampus-kampus segala” begitu kataku didalam hati. Tapi, sebagai seorang santri baru harus mengikuti segala aturan yang para ustad pembimbing berikan.
            “baiklah, untuk menuju ke kampus satu kita akan melewatinya selama 15 menit dengan jalan kaki” penjelasan yang mengerikan dari ustad pembimbing.
            Lima belas menit kemudian aku jalani seluruh jalan menuju ke kampus satu. Tapi semua yang ku lihat selam di perjalanan adalah segala hal yang baru. Tak seperti di kampungku, yang mayoritas besarnya adalah sebagai petani. Tetapi disini mayoritas terbesarnya adalah sebgai ahli kebun. Dan aku baru tau kalau pasia itu ada di mana-mana bukan hanya ada di solok tempat aku dinesarkan.
            Inilah kampus satu, tempat belajar para santri putra. Gedung yang indah dengan ukiran yang begitu menarik membuat gedung ini memang perlu diberikan jempol sebagai acuan keindahanya. Gedung dengan arsitektur belada ini telah berdiri lama dan kokoh sejak zaman penjajahan belada.
            “ baiklah santri baru sekalian, ini adalah kampus satu, yang merupakan awal mula berdirinya pondok pesantren ini, gedung ini dibangun sejak zaman penjajahan belanda dan di gedung ini pula dimulaikan pendidikan di pesatren diniyyah. Pendidikan diteruskan hingga penjajahan jepang dan diteruskan dengan kemerdekaan indonesia sekarang” begitulah penjelasan singkat dari ustad pembimbing kami.
            Tapi dari semua penjelasan itu hanya sedikit yang masuk ke dalam pikirannya. Tapi aku yakin inilah tempat aku akan menraih cita-citaku. Walaupun hanya gedung lama, tapi gedung ini melahirkan orang-orang terpenting di Sumatra barat.

            

MINGGU PERTAMA

Inilah hari ketika kebahagian itu menjadi kenyataan. Ketika semua orang mulai mencari sekolah untuk melanjutkan ilmu yang telah mereka dapatkan di bangku sekolah dasar. Namun aku telah mendapatkannya di bangku pesantren. Pesan yang dulu nenek sampaikan telah menjadi kenyataan. Yang menjadi dasar ketika kedua orang tuaku akan merelakanku untuk menlangkah sendiri di pesantren

Minggu demi minggu aku jalani. Bahkan aku meringkasnya dalam diariku.
Hari  ke 1
            “rahmat selamat kamu lulus di pesantren. Ayo salam dulu sama mama, sama pakwo jangan lupa ya. nanti mama pesankan kamu sama ibu bahwa kamu lulus pesantren” begitu kata mama ketika menerima kabar kelulusanku dari pondok pesantren.
            Aku menyambutnya dengan rasa bahagia. Tak pernah terpikirkan olehku bagaimana kehidupanku nanti di pesantren tersebut. Yang penting aku hanya bisa bersukur di tempatkan di sekolah yang luar biasa ini.
 Hari ke 2
            Hari ini adalah hari pendaftaran ulang. Banyak sekali teman-temanku yang telah lulus dengan wajah berseri-seri menjalani akan kelulusannya memasuki pesantren. Namaku sudah tercantum tepat di papan pengumuman. Besok adalah hari ketika ibu aku akan menghantarkanku ke pondok pesantren. Bahagia akan bertambah ketika kerinduan yang terpendam akan terlepaskan esok harinnya.
            Oh ya sebelumnya masuk kehari berikutnya akau akan menceritakan siapa mamaku, ibuku. Mamaku dan ibuku adalah dua orang yang berkakak adik, mamaku adalah yang paling tua dan aku tinggal dengan mamaku selama di sekolah dasar. Sedangkan ibuku adalah orang tua kandungku.
Hari ke 3
            Hari ketika ibuku akan menghantarkan ke pondok pesantren. Aku baru sadar bahwa biaya semuanya adalah 3jt. Uang yang lumayan untuk dikeluarkan. tapi ada ang berbeda ketika uang itu diberikan. Aku melihat wajah ibu yang menangis. Aku tak tau sedih apa itu namanya tapi aku baru sadar bahwa sedih itu adalah sebuah kesedihan rindu ketika ingin melepaskanku. Kesedihan itu berlalu begitu saja di benakku. Karna ibu menyimpan kesedihan itu di depanku.
Hari ke 4
            Ketika kami semua santri baru akan memasuki asrama yang baru. Semua santri mulai dari yang alim sampai yang preman terlihat satu persatu-satu. Tapi kebanyakan dari mereka telah sibuk untuk merapikan segala kebutuhan yang akan digunakan di asrama tempat tinggal mereka. Hari ini aku bertemu lagi dengan teman pertama ku. Tapi aku lupa dengan nama pendeknya, sehingga aku mencoba kembali menanyakan namanya.
            Asrama kami penuh dengan segala yang baru. Mulai dari kasur, bed cover, lemari, tas, buku dan segalanya serba baru. Termasuk barang-barangku dan teman-temanku semuanya serba baru. Hingga hari terus berganti menjadi sore. Hanya aku saja yang tinggal sendiri di asrama ini dengan teman yang tidak aku ketahui namanya satu persatu.
Hari ke 5
            Hari ini aku mulai meresakan betapa sedihnya hidup sendiri. Banyak dari teman-temanku yang mulai menangis satu persatu ditinggalkan oleh orangtuan mereka yang sibuk ditempat mereka. aku melihat temanku yang menangis dengan rasa penyesalan yang telah ditinggalkan oleh orangtua mereka.
            Hari ini adalh hari terakhir detemani oelh ibu dipesatren. Apakah aku akan menangis untuk hari berikutnya aku tak tau. Yang hanya kau ketahui bahwa aku adalah seorang santri baru.
Hari ke 6
            Anak kurus itu belum berhenti menangis, aku sudah dua hari ini menangis dan ditemani oleh orangtuanya. Silih berganti kedua orangtuanya menemaninya di pondok pesantren. Aku hanya bisa bergabung dengan teman yang menangis tanpa suara meratapi hari yang akan kami jalani. Walaupun dalam kesedihanku ada kebahagian yang ku dapatkan, yaitu mendapatkan teman baru yang sama-sama cengeng.
Hari ke 7
            Hari ini ibuku akan pergi ke bengkulu, sedangkan aku akan ditinggalkan di pondik pesantren dengan berjuta cerita yang akan terlukis dalam pekiranku. Aku hanya bisa menyadari bahwa kehidupanku akan kujalani sendiri tanpa ada yang menyayangi dengan sepebuh hati.

            Itulah cerita minggu pertama yang aku jalani di pesantren. Kesedihan terus berlanjut. Hingga pada suatu hari aku mengerti mengapa laki-laki itu tidak boleh menangis.     

TEMAN BARU




            Aur kuning begitu ramai dengan lalu lalang kehidupan manusia yang menjalani aktivitasnya di pasar terbesar di kota Bukittinggi. Di sinilah semua cerita bermula, tempat dimana pemberhentian seluruh masyarakat dari desa menuju kota Bukittinggi untuk aktivitas perdagangan maupun aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
            Perjalanan terus aku tempuh menuju angkutan umum yang akan membawaku ke tempat sekolah baru yang aku jalani. Mobil Tigo baleh, itulah orang menyebut mobil ini. Mobil yang akan membawa seluruh santri baru menuju tempat test di Pesantren yang akan mereka tempuh.
            Mobil terus berjalan membawa aku dan bundaku mengelilingi kota Bukittinggi, kota yang berada di atas bukit dengan udara yang sejuk. Aku tak pernah menyangka akan menjalani kehidupan di kota Wisata ini. Tak henti-hentinya mata ini terus memandang keseluruhan keindahan kota yang telah terkenal sejak zaman dahulu kala. Sejak zaman penjajahan Belanda, Jepang hingga kemerdekaan Indonesia dengan panorama Jam Gadang yang telah menjadi bukti sejarah berdirinya kota ini.
            Mobilpun berhenti di tempat lampu merah, tepat di depan hotel. Mungkin saja mobil ini akan menaiki penumpang, begitu pikiranku. Tapi tebakanku memang benar. Naiklah dua orang penumpang, seorang bapak dengan membawa anaknya yang gendut, mungkin lebih gendut dari pada diriku. Anak kecil tersebut tersenyum sementara kepadaku sementara, aku membalasnya dengan senyuman terindah yang aku miliki, namun wajahnya spontan berubah karena senyumanku dan pandanganku yang terus menuju ke tempat duduk anak yang gendut tersebut.
            Kami mulai berkenalan, hingga semakin dekat, sampai dia menyebutkan nama panggilannya. “hai namo aku jupan” begitu dia menyebutkan nama pendeknya. Namanya memang sedikit susah untuk dihafal maupun dimengerti, maklum saja nama tersebut baru pertama kali aku temukan dalam kamus kehidupanku.

            Pertemanan kami semakin lama semakin dekat. Hingga waktu memisahkan kami. Namun namanya yang sulit untuk dihafal membuatku jarang sekali memanggil namanya. malangnya aku tak mengetahi lagi namanya. Namun walaupun aku tak mengetahui namanya, dia adalah teman pertamaku yang aku kenal. Mungkin teman terbaikku di Sekolah yang akan aku tempuh. Itulah cerita teman baruku.